Sabtu, 22 Mei 2010

Sejarah panggilanku

Aku terlahir di keluarga yang tidak terlalu mewah dan tidak kekurangan juga. Aku lahir pada tanggal 28 juni 1991. Aku diberi nama oleh nenekku Elvis yang kata mama aku adalah cucu kesayangannya. Lalu aku dibaptis di gereja St. Arnoldus Janssen. Dan pada waktu itu romo yang membabtisku memberi aku santo pelindung yakni Santo Ireneus yang menjadi nama depanku. Dan aku juga satu-satunya cucu yang diberi nama kakek dari mamaku yang dulunya adalah seorang guru agama islam atau Kyai. Yah, itu menjadi nama belakangku Nurhasan. Sehingga namaku menjadi Irenius Elvis Nurhasan.

Aku hidup bersama orang tuaku dan saudara-saudara ku. Aku hidup enam bersaudara. Sejak lulus STM kakakku langsung disuruh melanjutkan sekolahnya sekaligus kerja di kalimantan. Jadi aku sebagai anak yang tertua dirumah yang harus menjaga adik-adikku. Dan aku harus menjadi contoh untuk adik-adikku. Aku belajar dengan rajin dan benar agar adik-adikku juga dapat belajar seperti aku. Dan tak jarang orang tuaku ketika sedang menasehati adik-adikku untuk belajar, mereka selalu menggunakan aku sebagai contoh dan itu harus aku pertahankan.

Aku merasa dipanggil Tuhan ketika aku duduk di kelas 1 SMP dan umurku waktu itu adalah 13 tahun. Aku sekolah di SMP Marsudirini, Bekasi. Saya termasuk murid yang dikenal di sekolahku. Selain karena nilai-nilaiku yang lumayan baik, aku Yah, pada waktu umurku 13 tahun aku sering bermain di gereja. Bermain disini bukanlah bermain yang dilakukan anak-anak kecil. Tapi ketika itu saya sering datang ke gereja, berkumpul bersama teman dan saya termasuk salah satu misdinar yang mendapat penghargaan dari Romo paroki karena aku rajin sekali bertugas. Setiap minggu pagi aku selalu sudah bersiap di dalam sakristi untuk bertugas. Apabila minggu ini saya tidak tugas, saya tetap datang untuk siap menggantikan apabila teman tidak hadir. Penghargaan memang hanya berupa pin hitam yang tidak begitu besar, tapi bagi saya itu sangatlah bermakna dan bernilai bagiku.

Mulai dari ketekunanku dalam bertugas sebagai misdinar itu membuat saya sering berbincang-bincang bersama romo paroki saya pada waktu itu yang bernama Alexius Dato, SVD. Itu lah namanya, tapi umat di parokiku mengenal Dia sebagai romo yang suka marah dan keras. Tapi bagi saya, Dia sangat membuat saya bersemangat untuk bertugas. Dan Dialah yang mengenalkan aku pada kehidupan seorang imam. Dia sedikit demi sedikit didalam obrolannya bersama saya selalu ada saatnya ketika dia bersharing tentang kehidupannya waktu di seminari menengah dan tinggi. Dan itu saya juga ceritakan kepada orang tua saya, namun orang tua saya pada waktu itu hanya senyum-senyum aja. Hingga pada waktu saya kelas 2 SMP, saya memiliki keinginan untuk masuk ke seminari. Pada waktu itu keinginannya hanya sebatas keinginan anak kecil saja. Lalu ketika saya kelas 3 SMP keinginan itu makin kuat sewaktu saudara saya yang menjadi frater datang ke rumah saya dan dia menceritakan kehidupannya di biara SVD di ledalero Flores. Hingga pada puncaknya ketika selesai ulangan semester 1, saya menanyakan formulir seminari kepada romo paroki saya. Saya diberi pilihan mau seminari di jakarta atau seminari di Bali. Tadinya saya mau mencoba seminari di Bali, tapi ketika saya tanyakan kepada orang tua saya, ayah saya setuju-setuju saja, namun mama saya tidak setuju dengan keinginan saya masuk seminari di Bali. Mama saya setuju kalau saya masuk di seminari jakarta saja, katanya “supaya mama kalo mau ketemu kamu dekat” begitu katanya.

Begitu awal saya masuk di seminari Wacana Bhakti. Sekarang saya sudah kelas 2 tahun ketiga di seminari milik Keuskupan Agung Jakarta ini. Pada saat ini saya mulai meraba-raba kemana saya akan melanjutkan panggilan saya. Saya sedang memikirkan pilihan saya yakni antara SVD dan Diosesan Jakarta. Namun dalam pribadi saya sendiri saya lebih berat ke SVD. Tapi saat ini saya sedang fokus ke masalah studi saya. Saya pribadi mau meningkatkan tingkat studi saya. Karena saudara saya pernah berkata, ”apabila kamu mau seperti kakak, kamu harus banyak belajar dan berdoa”. Kelas 2 ini saya mulai mengirim email kepada provinsialat SVD di Jawa, Pater Paulus Agung,SVD. Saya mulai bertanya-tanya mengenai SVD yang menjadi tujuan saya setelah lulus dari seminari ini. Sekarang tinggal bagaimana aku hidup di seminari ini. Aku pribadi merasa aku sudah berusaha untuk tidak berbuat pelanggaran dan menahan diri dari godaan yang mengajak saya untuk berbuat salah. Yah, walaupun teman-teman angkatan saya merasa bahwa ada yang berubah dalam diri saya saat ini, itu benar! Saya memang bukan yang dulu lagi. Bukan hasan yang mudah dipengaruhi, bukan hasan yang nakal, tetapi hasan yang sekarang adalah hasan yang mulai menapaki panggilannya. Walaupun saya merasa ada sedikit jarak dengan angkatan ketika saya mencoba menjadi pribadi yang baik, tetapi bagi saya bagaimana saya mengelola pribadi dan diri saya sendiri dahulu, baru mengurusi orang lain. Saya akhirnya membuat suatu kesimpulan tentang panggilan bahwa ”panggilan adalah ketika saya dihina, disiksa, dicela, dijauhkan, dimusuhi dan saya masih bertahan di jalan Tuhan, itulah panggilan. Dan sekarang banyak angkatan saya yang memuji saya katanya saya berubah jadi lebih baik. Saya pribadi bangga akan kata teman-teman saya. Tetapi saya tidak boleh terlalu gembira, saya harus terus melakukan ini untuk menjalani panggilan saya.

Panggilan saya adalah perjuangan pribadi saya untuk melawan diri saya sendiri. Saya harus mengatur diri saya. Jangan sampai saya diatur oleh badan dan nafsu saya. Seperti ajaran saudara kita yang beragama budha bahwa penderitaan itu muncul karena hawa nafsu dari manusia sendiri. Bagi saya pribadi, saya bisa menghindari itu apabila saya bisa mengelolah hawa nafsu saya. Manusia hidup di dunia ini memang penuh dengan hawa nafsu dan godaan serta ajakan setan untuk berbuat kesalahan dan dosa. Apabila tidak ada itu semua manusia tidak perlu Tuhan. Tapi karena saya merasa di dunia ini penuh dengan kemunafikan dan dosa, maka saya perlu dan butuh akan rahmat dan berkat Tuhan. Sekarang saya sedang serius-seriusnya menjalani kehidupan saya di seminari. Karena didalam pikiran saya selalu terfikir bagaimana saya bisa melanjutkan panggilan saya ke SVD. Saya juga sedang memantapkan panggilan saya. Dukungan dan doa dari keluarga dan orang-orang terdekat saya menjadi semangat dan motivator sendiri bagi saya pribadi. Saya sekarang hanya bisa menjalani jalan panggilan ini sebaik-baiknya dan berusaha agar tidak melenceng dari jalan yang saya telah rencanakan ini.
Semoga saya dapat menjalaninya dan dapat layak mempersiapkan diri saya menjadi gembala-gembala umat Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar